Brenti Jo Bagate
Majalah
TIME memuat fakta yang menarik tentang alkohol: 1 dari 25 kematian di dunia
disebabkan oleh alkohol, berdasarkan studi yang dilakukan oleh British medical journal the Lancet.
Masalah 'bagate' atau minum minuman keras ternyata adalah bagian dari masalah
global yang mengancam kesehatan penduduk bumi dan tingkat daya rusaknya terus
bertambah dari tahun ke tahun.
Faktor-Faktor
Penyebab Seseorang Bagate
Bagi anak muda di
Minahasa atau Manado, bagate itu sudah dianggap biasa. Bagate itu adalah slang yang
dipakai untuk seseorang yang minum minuman keras entah produk lokal atau hasil
oplosan dengan minuman lain. Karena sudah biasa maka akhirnya kebiasaan minum
minuman keras ini jadi budaya yang terus lestari sembari memakan korban dalam
berbagai generasi.
Walaupun dikenal
sebagai daerah yang religius tapi budaya bagate di Nyiur Melambai tetap eksis. Dinasehati dengan ajaran kitab suci, dihimbau
oleh pemerintah tapi lagi-lagi budaya ini nggak ada matinya. Penyebabnya ada
berbagai faktor sehingga budaya ini tampaknya sulit hilang dari bumi Nyiur
Melambai. Nah, saya mencoba menelusuri faktor-faktor penyebab seseorang
bagate:
Pertama, dengan bagate akan memberikan keberanian alias cara untuk tampil
macho (tunjung jago'). Dengan bagate, maka seseorang akan
mendapatkan keberanian yang secara alami tidak dia miliki. Ini jadi modal buat
nyong-nyong alias cowok-cowok yang nggak pede untuk mentransformasi dirinya
supaya jadi berani. Supaya berani tampil, berani ngomong maka perlu doping dan
caranya ya dengan bagate. Itu yang ada dalam pikiran anak-anak muda.
Alasan dengan bagate akan memberi keberanian sebenarnya bertentangan
dengan pandangan orang luar Manado tentang orang Manado sendiri bahwa orang
Manado itu punya percaya diri atau keberanian. Jadi sebenarnya tanpa bagate pun
potensi kepercayaan diri dalam diri orang Manado sudah ada. Dan bagi cowok yang
mau mendekati cewek dengan cara bagate harusnya malu karena sebenarnya dia
sedang memanipulasi dirinya dan cewek yang didekatinya. Artinya keberaniannya
itu bukan natural dari dirinya tetapi karena doping minuman keras.
Kedua, dipengaruhi teman-teman. Seseorang memulai minum itu biasanya
tidak secara spontan sendiri tetapi dipengaruhi teman. Supaya dianggap setia
kawan atau karena sungkan dengan ajakan teman akhirnya dia mulai minum-minuman
keras. "Kalu nyanda minum, nyanda ba tamang!", ungkapan ini secara
halus sekaligus paksaan yang menyebabkan seseorang akhirnya ikutan bagate.
Alasan kesetiakawanan akhirnya dimanipulasi supaya seseorang
menjadi ikut minum. Harus diakui tekanan teman begitu kuatnya mempengaruhi
seseorang untuk minum. Tapi saya pernah menjumpai ketika kita sendiri punya
prinsip untuk tidak bagate maka orang-orang yang bagate pun sebenarnya respek
sama kita. Kalau ada ajakan atau tawaran
mungkin saja mereka sedang mengetes seberapa kuat iman atau nyali kita
menghadapi godaan. Bisa
saja muncul tudingan yang kadang memerahkan telinga kita,"Ngana laki-laki
atau bukang?" Tapi pegang prinsip,"Yang waras ngalah," jadi kita
yang 'sadar' nggak perlu membuktikan diri dengan ikut minum atau membalas
dengan kata-kata yang memancing emosi. Tetaplah cool.
Ketiga, penghangat dalam acara kumpul-kumpul atau
kongkow-kongkow. Dengan kata lain ‘nggak bagate maka ngga rame’.
Dengan bagate maka suasana dijamin pasti akan lebih seru, diskusinya jadi rame
karena masing-masing jadi mulai mengeluarkan kata-kata yang kalau nggak minum
nggak akan keluar. Makanya dijuluki air kata-kata.
Awalnya mungkin membuat diskusi jadi seru tapi lama-kelamaan malah omongan
tambah ngelantur dan kalau dalam keadaan panas seperti ini maka pikiran, hati
dan lidah sudah nggak sinkron. Omongan yang keluar sudah nggak bisa dikontrol
dan langsung memancing emosi dan ujung-ujungnya berantem. Kalau udah begini,
wah berabe. Teman jadi lawan gara-gara sudah lupa diri dan akhirnya merusak
persahabatan atau persaudaraan. Betapa sering pertumpahan darah terjadi awalnya
dari minum-minuman keras dan menjelma menjadi keributan.
Jadi
gimana kalau sudah disodorkan minuman pas kita lagi kumpul-kumpul nih?Saya
pernah melihat seseorang yang mantan peminum ketika disodori minuman dia
langsung bilang,”Saya sekarang minumnya kopi, so nyanda minum begitu.”
Mendengar ucapan ini anehnya teman-temannya yang tukang minum bisa
mengerti. Jadi sebenarnya kita bisa
menolak secara halus dengan mengatakan bahwa kita lagi kepengen kopi atau
ngidam kopi, ha ha ha.
Keempat, memberikan euphoria atau kegembiraan secara individu. Terutama
berlaku untuk orang yang bagate sendiri maka dia akan menikmati euphoria alias
nge-fly atau kondisi melayang sebagai pelarian dari galau atau stress yang dia
alami. Ibarat obat terlarang, bagate itu memberikan efek yang sama dan menjurus
nantinya kepada kecanduan.
Kegembiraan atau
kondisi nge-fly itu sebenarnya cuma ilusi alias semu belaka karena setelah dia
sadar, masalah itu belum hilang. Malah bisa jadi tambah runyam. Kegembiraan
atau keceriaan atau relaks yang didapat bukanlah relaks yang sesungguhnya tapi
kegembiraan yang palsu. Kita sendiri tidak mau barang palsu makanya harus
kembali ke realita, ke yang asli! Dan orang yang mau nge-fly dengan cara bagate
itu kudu belajar dari pengalaman karena banyak yang mau mengalami sensasi ‘melayang”
eh malah melayang selamanya alias game over alias mati!
Kelima,
sebagai penghangat tubuh. Awalnya dikenal sebagai minuman
penghangat tapi ternyata minuman ini menjadi minuman pemanasan untuk hal-hal
yang menimbulkan malapetaka! Di kalangan orang Minahasa ada sindiran tentang
minuman ini. Katanya kalau minum
Cap Tikus satu sloki (sejenis gelas
kecil) untuk sekedar tambah darah, memanaskan tubuh. Minum dua sloki mulai banyak bicara. Tiga sloki pasti akan cari
gara-gara. Empat sloki sudah pasti bikin
perkara. Minum lima sloki
bikin tumpah darah. Enam sloki
masuk penjara. Akhirnya, minum tujuh sloki
mati dan masuk neraka.
Budaya
bagate = Budaya Kematian
World
Health Organization (WHO) pada tahun 2011,mencatat 2,5 juta penduduk dunia
meninggal akibat alkohol dan 9 persen kematian tersebut terjadi pada orang
muda, yakni usia 15-29 tahun. Usia yang produktif tapi malah mati sia-sia.
Minum alkohol juga memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas. Medicinet
melaporkan kematian anak muda sebanyak 2000 orang per tahun di bawah umur 21
tahun akibat pengaruh alkohol. Belum lagi kriminalitas seperti pemukulan atau
perkelahian dan berujung pada pembunuhan akibat pengaruh alkohol. Sayang sekali
Sulawesi Utara tidak punya data yang merekam kecelakaan atau kematian karena
alkohol. Kalau ada mungkin kita akan terkaget-kaget barangkali!
Sebagai orang
Minahasa, saya sendiri prihatin dengan budaya bagate. Bisa dibilang bahwa
budaya bagate itu identik dengan budaya kematian. Mungkin yang terbiasa
bagate akan protes dengan ungkapan yang agak keras ini. Data atau statistik memang
tidak komplit tapi coba cek aja di
Mister Google maka akan terdisplay
kasus-kasus kematian atau kriminalitas yang dipicu karena bagate..
Saya tumbuh dan besar
di kampung yang di dalamnya ada orang-orang yang akrab dengan bagate. Dan saya
mengenal anak-anak muda yang tidak pernah mencapai usia paruh baya ataupun
tidak sampai menginjak usia seperempat abad dan dengan cepat mengakhiri
hidupnya hanya gara-gara bagate. Saya sendiri juga menyaksikan teman atau
saudara yang menjadi korban karena bagate. Di Minahasa/Manado kisah yang serupa
sering kita dengar. Amat memprihatinkan ketika jiwa anak-anak muda itu melayang
selamanya…Begitu cepat dan sia-sia.
Budaya
Bagate = Budaya Bunuh Diri
Sebenarnya dengan
bagate itu adalah cara untuk bunuh diri. Data
The Mental Health Foundation1 melaporkan bahwa:
· 65% kasus bunuh diri dikaitkan dengan minum minuman keras berlebihan;
· 70% dari pria yang bunuh diri telah minum alkohol sebelum bunuh diri.
Alkohol walaupun diminum sedikit-demi sedikit tetap saja racun dan itu akan masuk dan menggerogoti tubuh seseorang. Asal tahu saja, kadar alkohol dalam minuman keras tradisional (CT) itu sangat tinggi yaitu 40% bahkan lebih!, setara dengan minuman vodka Rusia. Secara logika saja, tubuh kita ini sebagian besar terdiri dari air tapi dipaksa untuk dimasukin cairan yang tidak sesuai. Ini namanya pemaksaan dan kalau tubuh kita bisa ngomong, dia sebenarnya akan teriak! Bukan ini yang gue mau, katanya. Tapi yang minum malah berkata,”Nah, ku tahu yang ku mau.” Dengan kata lain kita sendiri sedang menyiksa organ-organ tubuh kita secara konstan. Apalagi yang dimasukin ini adalah alkohol yang mengandung unsur membakar maka orang yang bagate itu secara perlahan tapi pasti sedang membakar organ-organ tubuhnya sendiri.
· 65% kasus bunuh diri dikaitkan dengan minum minuman keras berlebihan;
· 70% dari pria yang bunuh diri telah minum alkohol sebelum bunuh diri.
Alkohol walaupun diminum sedikit-demi sedikit tetap saja racun dan itu akan masuk dan menggerogoti tubuh seseorang. Asal tahu saja, kadar alkohol dalam minuman keras tradisional (CT) itu sangat tinggi yaitu 40% bahkan lebih!, setara dengan minuman vodka Rusia. Secara logika saja, tubuh kita ini sebagian besar terdiri dari air tapi dipaksa untuk dimasukin cairan yang tidak sesuai. Ini namanya pemaksaan dan kalau tubuh kita bisa ngomong, dia sebenarnya akan teriak! Bukan ini yang gue mau, katanya. Tapi yang minum malah berkata,”Nah, ku tahu yang ku mau.” Dengan kata lain kita sendiri sedang menyiksa organ-organ tubuh kita secara konstan. Apalagi yang dimasukin ini adalah alkohol yang mengandung unsur membakar maka orang yang bagate itu secara perlahan tapi pasti sedang membakar organ-organ tubuhnya sendiri.
Walaupun
ada studi yang mengatakan ada manfaat dari bagate dengan takaran tertentu tapi
masih tetap kontroversi. Bahkan konsumsi sedikit juga tetap akan memberikan efek
dalam jangka panjang. Jadi kalau mau amannya, lebih baik jauhi bagate itu.
Ngana
Pe Hidop Berharga
Kiapa so, kita pe hidop kwa! Mo mabo
sampe malintuang, ini kita pe urusan! Hal ini sering muncul ketika seseorang
bereaksi saat ditegur waktu mo bagate. Ini menarik, senada dengan
ungkapan,"It's my life, so what gitu loh". Ungkapan ini menunjukkan prinsip anak-anak muda yang mengklaim hidup
ini adalah miliknya. Masa muda itu adalah haknya untuk bersenang-senang guna
menikmati kepuasan yang bisa dia gapai di dunia ini. Jadi mau dia minum kek,
mau teler kek, mau jungkir balik itu adalah kesenangan yang kudu
dijalani. Pandangan ini sejalan dengan hedonisme, yang penting puas, nikmati
dulu kesenangan yang ada, akibatnya nggak perlu dipikirin apalagi caranya!
Benarkah torang pe hidup ini torang punya sandiri? Tunggu dulu, orang-orang yang punya pandangan hidup seperti ini so lupa alias lupa diri (namanya so mabo :), karena sejatinya torang pe hidup bukan torang punya sandiri. Hidup kita ini berasal dari Pencipta kita yang Agung dan Dia mendisain hidup kita untuk bisa mencapai tujuan yang baik dan mulia. Nah, disinilah yang tidak disadari oleh kawula muda yang berpikir hidupnya adalah miliknya sendiri. Mengklaim bahwa hidup kita adalah milik kita sendiri sebenarnya menunjukkan arogansi alias penyombongan diri yang tidak berdasar. Dengan kata lain kita sebenarnya tidak menghargai apa yang Tuhan pada diri kita dan kita menyia-nyiakan kesempatan dan hidup yang indah yang Tuhan berikan. "Life is beautiful," Hidup itu terlalu indah untuk dikorbankan demi bagate. Bagate itu yang bikin hidup bukan lebih hidup tapi jadi perlahan-lahan menuju kerusakan dan kehancuran.
Ada satu ungkapan kitab suci yang terkenal mengatakan bahwa,”Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Dalam ungkapan ini terungkap suatu makna ganda yang amat penting yaitu kita juga sepatutnya mengasihi diri selain mengasihi sesama. Mengasihi diri? Artinya jelas bukan narsis atau cinta diri karena orang yang cinta diri mana mungkin mengasihi sesama, iya kan? Lalu apa artinya? Mengasihi diri berarti menghargai diri sendiri. Menghargai diri berarti menjaga bodi, hati, pikiran dan hidup dengan baik.
Benarkah torang pe hidup ini torang punya sandiri? Tunggu dulu, orang-orang yang punya pandangan hidup seperti ini so lupa alias lupa diri (namanya so mabo :), karena sejatinya torang pe hidup bukan torang punya sandiri. Hidup kita ini berasal dari Pencipta kita yang Agung dan Dia mendisain hidup kita untuk bisa mencapai tujuan yang baik dan mulia. Nah, disinilah yang tidak disadari oleh kawula muda yang berpikir hidupnya adalah miliknya sendiri. Mengklaim bahwa hidup kita adalah milik kita sendiri sebenarnya menunjukkan arogansi alias penyombongan diri yang tidak berdasar. Dengan kata lain kita sebenarnya tidak menghargai apa yang Tuhan pada diri kita dan kita menyia-nyiakan kesempatan dan hidup yang indah yang Tuhan berikan. "Life is beautiful," Hidup itu terlalu indah untuk dikorbankan demi bagate. Bagate itu yang bikin hidup bukan lebih hidup tapi jadi perlahan-lahan menuju kerusakan dan kehancuran.
Ada satu ungkapan kitab suci yang terkenal mengatakan bahwa,”Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Dalam ungkapan ini terungkap suatu makna ganda yang amat penting yaitu kita juga sepatutnya mengasihi diri selain mengasihi sesama. Mengasihi diri? Artinya jelas bukan narsis atau cinta diri karena orang yang cinta diri mana mungkin mengasihi sesama, iya kan? Lalu apa artinya? Mengasihi diri berarti menghargai diri sendiri. Menghargai diri berarti menjaga bodi, hati, pikiran dan hidup dengan baik.
Tubuh atau diri kita
ini sangatlah berharga. Maka perlu dijaga bukan hanya dengan makanan sehat tapi
juga minuman dong. Bagi seorang muda, salah satu anugerah sekaligus modalnya
adalah tubuh yang sehat sehingga bisa dipakai untuk beraktifitas. Kalau bodi
sudah afkir alias udah rusak maka spare partnya nggak semudah mengganti
onderdil mobil. So, lebe bae kita jaga dari sekarang kalau nggak suatu saat
nanti baru menyesal.
Merdeka
Dari Bagate
Sebagai penutup, saya jadi terpikir
bahwa bulan ini adalah bulan kemerdekaan. Indonesia sudah lama merdeka tapi
sayangnya masih banyak orang terutama di Nyiur Melambai yang belum merdeka dari
bagate. Mereka ibarat kata masih terbelenggu dengan budaya minum (minuman
keras) yang sebenarnya tanpa disadari membuat mereka jadi tidak berdaya. Memang
kelihatan dari luar tampaknya bagate itu jadi jagoan tapi tubuhnyatepatnya di
dalamnya sebenarnya keropos.
Bagate itu sebenarnya cara kerjanya
mirip dengan drugs, membuat seseorang kecanduan, tidak bisa lepas jadi
seolah-olah tubuh itu harus terus diisi dengan alkohol. Hm, kalau sudah begini
gimana mau maju. Kabar baiknya, selalu ada harapan. Orang bisa stop bagate dan
tidak bergantung pada miras. Dengan cara stop bagate inilah kita bisa
benar-benar merdeka dari minuman keras dan mengisi kemerdekaan.
Sebagai orang Minahasa kita pasti
ingat spirit perjuangan Wolter Mongisidi, Pierre Tendean, dan banyak anak-anak
muda Minahasa yang berjuang dengan darah dan nyawa merebut dan mempertahankan
kemerdekaan. Visi mereka sebenarnya adalah vision of life dan vision for life.
Mereka berjuang agar generasi mendatang bisa hidup, bukan hanya sekedar eksis
tapi hidup dan berjuang untuk hal-hal yang berguna. Sedangkan bagate itu
sebaliknya, bukan vision for life tapi suicide alias bunuh diri! Pertanyaannya,
maukah kita menghargai perjuangan mereka dan mempergunakan kemerdekaan yang ada
saat ini dengan menjalani hidup dengan baik? So, sadar jo mulai dari sekarang.
Jang bagate, karena bagate itu adalah barisan gampang teler. Stop bagate, OK? Merdeka!
Sebenarnya bagate atau kebiasaan meminum minuman keras tidak saja merugikan tubuh kita, tetapi juga bisa menjauhkan kita dari berkat Tuhan yang seharusnya kita terima... ada suatu kisah…di Nias, sekitar tahun 60-an, keadaan masyarakatnya sangat memprihatinkan. Angka kemiskinan sangat tinggi. Pengangguran di mana-mana. Hasil panen tidak memuaskan. Banyak anak yg kurang gizi dan tidak bersekolah. Nias dikenal sebagai daerah yang sangat tertinggal dibanding daerah lain di Indonesia. Singkat cerita, khabar ini kemudian sampai ke telinga PBB. Melalui misi kemanusiaan mereka, PBB mengirim tim khusus ke Nias utk melihat kondisi langsung di lapangan. Pada hari yg sudah ditentukan, serombongan tim dari PBB bersama jurnalis asing tiba di bandara darurat bekas peninggalan Jepang, bandara Binaka, Nias. Bandara Binaka terletak kurang lebih 20 km di luar kota Gungsitoli. Rombongan misi PBB bersama jurnalis ini kemudian melakukan perjalanan dengan menyewa sebuah kendaraan roda empat menuju ke kota Gunungsitoli melewati sejumlah desa. Ketika rombongan dlm perjalanan, mereka menyaksikan pemandangan yg tidak biasa mereka temukan di Eropa dan Amerika Serikat. Sepanjang perjalanan mereka menyaksikan para lelaki Nias pagi hari itu sudah berkumpul di warung-warung sepanjang jalan sambil meminum sejenis minuman berwarna putih (tuak aren yg warnanya putih). Rasa ingin tahu mereka pun mucul. Setibanya di Gunungsitoli, mereka menanyakan pada penduduk setempat apa gerangan minuman yg diteguk oleh orang2 di sepanjang pinggir jalan itu. Sayang sekali, sebagian besar penduduk yg mereka temui tidak bisa berbahasa inggris. Jangankan bahasa inggris, bahasa Indonesianya pun masih susah mereka ucapkan. Akhirnya mereka bertemu dengan bupati setempat. Sang bupati yg tidak ingin mencemarkan gengsi dan nama baik Nias di hadapan para orang asing itu pun menjawab bahwa itu adalah sejenis minuman yg mampu meningkatkan stamina dan energi. Setelah beberapa hari di Nias, rombongan misi kemanusiaan PBB itu akhirnya kembali ke kantor PBB di New York, USA dan membuat laporan hasil investigasi. Dalam laporan investigasinya, mereka membantah anggapan yg menyatakan bahwa penduduk Nias itu miskin-miskin. Justru sebaliknya, orang Nias itu lebih makmur daripada orang Erop-Amerika. Buktinya adalah pada saat penduduk Eropa-Amerika sibuk bekerja dari pagi sampai malam, sebaliknya penduduk Nias dari pagi sampai malam duduk menikmati “susu murni” di warung-warung dan di depan rumah masing2. Berkat laporan itu, Nias dinyatakan bebas dari kemiskinan dan dikeluarkan dari daftar daerah tertinggal yg membutuhkan bantuan kemanusiaan PBB. Walahualam..
ReplyDeleteMakasih Pak Arif untuk komentnya, walaupun amat panjang tapi saya hargai berhubung yang koment di blog ini mulai langka :)
DeleteGreat posting :)
ReplyDeleteThanks juga udah mampir di blog ini
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletetulisannya keren,
ReplyDeletebaru tau kalau BaGaTe itu barisan gampang teler. hehe
Thanks udah menyimak artikel ini, biar nyanda di Manado maar tetap mendukung aksi stop bagate ini :)
Delete