A Promise Kept : Kisah Cinta yang mengalahkan Alzheimer
Bagaiamana kita bisa mengasihi seseorang yang berubah begitu drastis bahkan menjadi orang yang asing dan tidak seperti yang kita kenal dalam pernikahan kita? Mungkinkah kita bisa mengasihi orang tersebut? Saat Alzheimer masuk dalam pernikahan, janji,”dalam suka maupun duka, kaya atau miskin, sehat atau sakit” yang diikrarkan dalam pernikahan diuji dalam tingkat yang paling tinggi.
Robertson McQuilkin, seorang president dari seminari yaitu Columbia International University menghadapi kenyataan ini saat istrinya didiagnosa Alzheimer. Dia dihadapkan pada dua panggilan Ilahi, panggilan antara memegang jabatan tersebut atau merawat istrinya yang mengalami penyakit Alzheimer. Panggilan sekaligus pilihan ini merupakan hal yang menjadi pergumulan berat bagi dirinyaa. Dia bergumul untuk memutuskan pada siapa ia kan memberikan dirinya sepenuh waktu. Ia mengatakan,”Ini adalah masalah integritas, Bukankah saya sudah berjanji, 42 tahun sebelumnya,”dalam keadaan sehat dan sakit…..sampai kematian memisahkan kita?”
Dalam pidato pengunduran dirinya dia mengatakan, “Dia (Muriel) berkorban untuk saya selama empat puluh tahun yang membuat hidup saya seperti sekarang ini. Jadi jika saya merawatnya selama empat puluh tahun, saya masih berhutang. …Saya sangat mencintainya…..Dia adalah orang yang menyenangkan. Ini adalah suatu kehormatan besar untuk merawat orang yang mengagumkan.”
Seorang mahasiswa yang mendengar Robertson telah mengundurkan diri dari jabatannya untuk menjaga istrinya bertanya,”Apakah anda merindukan jabatan president tersebut?”Scott bertanya sewaktu kami duduk di taman yang kecil. Saya mengatakan bahwa saya tidak pernah memikirkan hal itu, dalam refleksi pun tidak. Tidak, saya tidak pernah melihat ke belakang.
Muriel tidak dapat berbicara dalam beberapa kalimat, hanya beberapa kata yang sedikit sekali artinya dan sering ia mengatakan "tidak" padahal maksudnya adalah "ya,". Tapi dia dapat mengatakan satu kalimat, dan dia sering mengatakan: "Aku mencintaimu."
Lalu tibalah hari Valentine itu.
Hari Valentine adalah hari yang istimewa bagi kami berdua karena pada pada tanggal 14 Februari 1948 saya melamar Muriel. Pada malam Valentine 1995 saya membaca sebuah statemen dari para ahli Alzheimer yang menyatakan bahwa penyakit itu sangat mengerikan dari semuanya, dan bahwa ‘korban’ yang sesungguhnya adalah orang yang merawat atau yang memberi perhatian. Robertson mengatakan bahwa ia tidak pernah merasa sebagai seorang korban. Malam itu dia menulis dalam jurnal pribadinya,”Alasannya adalah saya tidak merasa sebagai korban-saya tidak.” Ketika orang lain mendesak saya untuk berhenti, saya menjawab, "Apakah Anda menyadari betapa kesepiannya saya tanpa dia?" Di malam Valentine itu saya memandikan Muriel di tempat tidurnya dan menyajikan makanan kesukaannya setelah itu saya menciumnya (dia masih menikmati dua hal: makanan yang baik dan mencium!), Robertson membisikkan sebuah doa ,”Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!”
Pagi harinya Robertson berolah raga dengan menggunakan sepeda statisnya sambil mengenang hari-hari indah bersama Muriel di dekat ranjang istrinya, Muriel perlahan-lahan terbangun dari tidurnya. Akhirnya, ia bangun dan, seperti yang sering dilakukan, tersenyum padaku. Kemudian, untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan ia berbicara, memanggil-manggil saya dengan suara jernih seperti kristal, " Sayangku…Sayangku… Sayangku." Aku melompat dari sepeda dan berlari untuk memeluknya. "Sayang, kamu benar-benar mencintaiku, bukan?" Dia menatap saya dan menepuk punggung saya. Dia merespons dengan kata-katanya sendiri : "O indahnya," katanya. Ternyata itu adalah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson
test comments
ReplyDeleteJadi ingat ending film Notebook yang diangkat dari novel Nicholas Spark.
ReplyDelete